Kesaksian Sebuah Motor Tua Tentang Seorang Pemuda yang Mengejar Sarjana

Dilihat : 175

Aku melihatmu menundukkan kepala dalam-dalam di tempat pertama kali kalian bertemu.

"Bapakku tidak merestui kita. Kata bapak, pendidikan kekasihku harus minimal sarjana" kata gadis itu sambil melepas genggaman tanganmu yang masih kuat mencengkram lengannya.

“Bapak sudah menjodohkanku dengan seseorang yang setara dengan diriku..” kata gadis itu sambil pergi meninggalkanmu.

Apakah di mata gadis itu kamu tidak layak untuk dipertahankan?

Kamu membisu. Di mataku, aku melihat bahumu bergetar karena pilu. Lidahmu kelu. Susunan kalimat yang kamu siapkan di hadapan gadismu hanya sampai pada kerongkongan. Rasa sakit yang kamu terima karena kenyataan memukul balik semua kepercayaan diri yang sudah kamu persiapkan. Kamu hanya bisa menunduk sampai akhir.

Gadis itu pergi meninggalkanmu, dalam kekalutan.

Dan kesepian.

 

***

 

Hari-hari berikutnya, kamu tenggelam dalam kesedihan tak berkesudahan.

Aku sedih melihatmu bagai orang mati karena patah hati. Saat-saat bekerja denganmu tidak lagi menyenangkan sebab dirimu lebih banyak diam. Kamu mungkin masih memikirkan kalimat terakhir yang dilontarkan gadismu saat pergi mengakhiri hubungan.

 

"Bapakku tidak merestui kita. Kata bapak, pendidikan kekasihku harus minimal sarjana"

 

Tatapanmu seringkali mendadak kosong saat mengingatnya. Tapi mau dikata apa, kamu sadar bahwa perkataan gadismu saat itu benar adanya.

Kamu kemudian mulai menyalahkan dirimu sendiri karena tidak melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi. Bukan karena tidak mampu bersaing dengan ribuan calon mahasiswa lain. Mengamatimu dari jarak sedekat ini, aku tahu kamu tidak melanjutkan perguruan tinggi karena faktor ekonomi, seperti banyak remaja lain yang terpaksa mengubur mimpi karena alasan ini.

Lulus SMA, aku tidak pernah melihatmu bermalas-malasan walau hanya sehari. Kamu, anak laki-laki tertua dalam keluarga mengambil alih peran bapak yang sudah dua tahun lalu lebih dulu pergi. Ibu, dan tiga adik di bawahmu yang masih sekolah perlu biaya. Kamu mengorbankan diri dan mimpimu. Kamu adalah orang yang bekerja paling keras demi keluarga yang kamu cintai. Aku menjadi saksi atas kerja kerasmu selama ini.

Beragam profesi kamu cicipi. Mulai dari kurir ekspedisi, hingga pelayan kedai kopi. Terakhir, kamu di sini bersamaku, menjadi seorang tukang ojek online di daerah kami. Berkeliling setiap hari mengais rezeki demi orang-orang di rumah yang menunggu setiap hari. Kamu bekerja sangat keras, tanpa henti. Profesi ini pula yang akhirnya mempertemukanmu dengan gadismu yang kamu cintai.

Gadis itu tadinya adalah penumpangmu, yang kebetulan memakai jasamu lewat aplikasi yang dia pakai saat pulang dari kegiatannya yang entah apa. Selanjutnya, kebetulan-kebetulan lain mempertemukan kalian berdua. Gadismu, yang ternyata seorang mahasiswa akhirnya memutuskan untuk berlangganan diantar jemput olehmu saat jam pulang kuliah. Kalian saling jatuh cinta. Pada akhirnya kalian menjadi sepasang kekasih dan berjanji untuk menjalani susah senang bersama.

Hingga suatu hari, gadis itu mengajakmu ke rumahnya.

“aku ingin memperkenalkanmu pada orangtuaku” katanya, malam itu. Makan bersama keluarganya berlangsung lancar hingga akhirnya bapak gadismu bertanya asal usulmu, serta pendidikan. Pertanyaan yang sebenarnya sudah kamu perkirakan saat pertama kali gadismu mengajak untuk memperkenalkanmu kepada orangtuanya.

Malam itu, kamu menjawab semuanya dengan jujur meski hatimu tiba-tiba ciut lagi dipukul kenyataan. Kamu sempat bernafas lega sebab bapaknya tidak berkomentar apa-apa meski sorot mata pria tua itu mengintimidasi selama kamu menjelaskan siapa dirimu. Siapa sangka, beberapa hari kemudian gadismu justru meminta bertemu. Pada awalnya kamu bahagia-bahagia saja saat ia memanggilmu, tanpa tahu bahwa gadis itu meminta untuk mengakhiri hubungan kalian.

 

"Bapak sudah menjodohkanku dengan seseorang yang setara dengan diriku.."

 

Kalimat yang gadis itu lontarkan menenggelamkan kepercayaan dirimu ke dasar laut yang paling dalam.

Aku melihat keterpurukanmu setiap hari.

Aku sedih karena kamu sempat menyalahkan dirimu sendiri. Aku sedih sebab aku tahu bahwa kamulah yang paling keras berjuang selama ini.

Kamu tenggelam dalam kesedihanmu selama berhari-hari sampai akhirnya seorang teman sesama ojek online-mu bertanya mengapa kamu kehilangan semangat yang selama ini selalu membara. Kamu menjelaskan sekenanya bahwa kamu baru saja putus cinta karena bapak gadismu tidak merestui hubungan kalian sebab kamu bukan sarjana. Temanmu tertawa mendengarnya, sambil menepuk bahu kananmu, temanmu membuka ponselnya dan menunjukkan sesuatu.

Tentang sebuah informasi mengenai perguruan tinggi swasta yang sedang membuka pendaftaran mahasiswa baru, dengan ketersediaan jam kuliah bagi mereka yang sudah bekerja, kelas karyawan istilahnya.

Kata temanmu, dia juga berniat untuk kuliah di kampus itu. Biayanya terjangkau, jam kuliah fleksibel, lengkap dengan kesempatan beasiswa bagi mahasiswa berprestasi di dalamnya. Temanmu menjelaskan bahwa kalian masih bisa tetap bekerja sambil menyelesaikan studi demi mengejar sarjana.

Kamu dan temanmu pada akhirnya mendaftar bersama di kampus itu. Sudah bukan waktunya lagi bagimu untuk terus terpuruk memikirkan kisah cintamu yang baru berakhir beberapa minggu lalu. Kepercayaan diri yang sempat terjun hingga ke dasar jurang mulai kamu pungut dan bangun kembali. Kamu bisa tersenyum lagi menikmati saat-saat menuntut ilmu seperti masa-masa SMA yang kamu sukai. Kepada dirimu sendiri, kamu berjanji untuk tidak akan diremehkan lagi. Kamu mulai mengikuti masa-masa perkuliahan, giat belajar, dan mengeksplor diri.

Meski tahun-tahun yang kamu lewati berikutnya terasa berat sebab ada dua tanggung jawab yang kini kamu bawa pada punggungmu, menuntut ilmu sambil mencari nafkah untuk ibu dan tiga adik yang masih sekolah. Harapanmu, dengan gelar sarjana yang akan diraih ini, kamu bisa meningkatkan taraf hidup keluarga. Kamu ingin mendapat perkerjaan yang lebih layak, lewat pendidikan perguruan tinggi yang kamu jalani.

Kamu sudah lupa pada kisah cintamu yang berakhir mengenaskan karena bapak gadismu yang mementingkan pendidikan itu. Kamu sekarang sudah tidak merasa kecil lagi. Kamu sama dengan calon mantan gadismu yang disiapkan bapaknya karena berpikir kamu tidak setara dengan gadis itu. Kamu berterimakasih kepada temanmu yang memperkenalkan Universitar tempat kini kamu menuntut ilmu pada dirimu yang sedang terpuruk di masa itu. Berkatnya, kamu sebentar lagi akan menjadi seorang sarjana.

 

***

 

Hari-hari berlalu lagi.

Kamu kini sudah menyandang gelar sarjana, kamu sudah tidak bekerja sebagai pengendara ojek online seperti beberapa tahun lalu. Panggilan pekerjaan akhirnya kamu rasakan, taraf hidupmu mulai naik pelan-pelan.

Pagi ini, gadis dari masa lalumu itu menghubungi lagi, memintamu untuk bertemu di tempat pertama dan terakhir kali kalian menjalin hubungan di sudut kota itu.

kamu membawaku ikut serta bertemu gadismu yang sudah lama kamu lupakan itu. Aku yang masih setia mengantarmu ke mana-mana sempat khawatir kamu akan goyah jika bertemu dengannya. Tetapi tatapan matamu menyiratkan ketegasan dan rasa percaya diri yang menggebu-gebu.

Kamu melirik gadis dari masa lalumu yang baru datang melalui kaca spionku, dia tampak ragu-ragu melangkah menemuimu yang sudah menunggunya terlebih dahulu.

Saat dia sudah berdiri di depanmu, tangannya mulai menggenggam jemarimu, sambil berujar pelan-pelan,

“Tidak bisakah kita bersama lagi? kamu sudah sarjana, ayahku pasti merestui” katanya, sambil berbisik menyerupai udara.

Ada keterkejutan yang aku tangkap dari raut wajahmu. Aku tadinya sempat berpikir kamu akan menerima tawaran itu. Aku sempat ingin marah sebab dia sudah membuangmu.

Tapi ternyata tidak, sambil tersenyum, kamu melepaskan genggaman gadis itu pada jemarimu sembari berkata,

"Maaf, aku tidak bisa. Aku ingin bahagia atas diriku sendiri dan keluarga di rumah, yang aku cintai"

 

Aku? Aku memang hanya sebuah motor tua, yang menemanimu ke mana-mana.

Tetapi di dalam hati, aku tersenyum jumawa. Aku bangga padamu, yang kini sudah sarjana.

 

 

-SELESAI-

Tangerang, 17 Agustus 2023

Oleh Salma Rihhadatul Aisy