Biarkan Cinta Kembali Pada Jalannya
Dilihat : 188
Sore
ini aku hanya bisa melihatnya tertawa bersama orang lain dari balik kaca rumah
makan kecil yang ada di pinggir jalan, pria itu sepertinya mengucapkan beberapa
kata yang kemudian membuatnya tertawa. Sungguh senang melihatnya bahagia,
walaupun itu bersama orang lain. Sepertinya memang benar bahwa tingkatan
tertinggi dalam mencintai seseorang adalah merelakannya bahagia meskipun dengan
orang lain, namun tidak sedikit juga orang yang mengatakan bahwa tingkat
tertinggi dari kebohongan adalah kalimat tersebut. Tiiiin, lamunanku tersadarkan ketika
ada seorang paruh baya mengendarai motor matic hampir menabrakku, orang itu
berkata dengan nada tinggi “ingin mati
ya?” Aku hanya terdiam. Aku kemudian bergegas pulang ke tempat kos yang tak
jauh dari rumah makan tadi.
Firda,
nama gadis itu. Alisnya tipis, dengan bola mata yang besar berwarna hitam agak
kecoklatan, jika tersenyum terlihat jelas lesung pipinya, kulitnya putih,
dengan tinggi sekitar 165 cm, tutur katanya lembut dengan bahasa yang sangat
halus. Sungguh sangat tidak menyangka bagaimana awal mulanya aku bisa mengenal gadis
itu. Hari itu, aku baru saja menyelesaikan ujian terakhirku di semester lima,
kulihat jam menunjukkan pukul setengah 4, sambil lalu aku membersihkan kamarku
yang sangat berantakan, malam itu aku berencana balik ke kampung halaman
setelah sekian lama di kota orang. Aku mulai memasukkan semua barang-barang
yang akan aku bawa pulang kedalam tas ransel, dan menuju terminal dengan memesan
ojek online.
Setibanya
di pintu masuk aku kemudian mencari papan penanda jurusan yang akan di tuju
oleh setiap bus, tak lama kemudian terlihat papan bertuliskan “Surabaya” yang merupakan bus yang
menjadi tujuanku. Sesampainya di sana terlihat kernet bus mencari penumpang
sambil berkata “Surabaya berangkat 1 jam
lagi” , aku bergegas masuk kedalam bus yang masih kosong. Aku berjalan
menuju kursi paling terakhir dekat dengan pintu belakang bus tersebut. Satu jam berlalu dengan sangat cepat, seisi
tempat duduk bus telah penuh dengan penumpang, hanya tersisa satu kursi kosong
di sebelahku. Bus pun mulai berjalan secara perlahan menuju pintu keluar,
sesampainya di pintu keluar, disaat itulah aku pertamakali bertemu Firda, dia
terlihat berlarian sambil melambaikan tangan ke arah bus ini, bus kemudian
berjalan dengan pelan mengerti bahwa ada penumpang yang sedang melambai ke
arahnya. Dibelakang firda ada seorang wanita yang menggendong anaknya dan sepertinya
juga memanggil bus ini, sesampainya di depan pintu belakang bus, firda
menjulurkan tangannya seraya meminta bantuan untuk masuk, aku secara langsung
menangkap tangannya dan membantunya untuk masuk, setelah itu ibu dengan anak
tadi juga meminta bantuan untuk masuk. Aku
langsung mempersilahkan ibu itu untuk duduk di kursi itu, kemudian aku dan
firda saling menatap. “silahkan mbaknya
saja yang duduk” kataku, firda tersenyum. “ngga usah mas itu kan kursinya masnya” jawabnya, “ngga apa-apa kok, aku berdiri saja”
jawabku, “bener nih?” dia kembali
bertanya, “iya bener kok, gapapa mbaknya duduk
aja” jawabku kembali,”kalo begitu
gini aja, aku boleh pinjem ranselnya mas nya ga?” antara percaya dan tidak
percaya dan sedikit was-was, tapi tidak mungkin wanita secantik dia berbuat kriminal. Akhirnya aku
menyerahkan ransel yang aku gendong di belakang kepada firda, “karena kita ngga bisa make kursi ini secara
bersamaan maka tas kita aja yang make kursi ini secara bersamaan” jawabnya
sambil meletakkan ranselnya dan ranselku secara bersamaan, aku menggeleng masih
tidak percaya dengan apa yang dilakukannya. Beberapa kali aku ingin mengajaknya
bicara tetapi rasanya aku tidak tau harus mulai darimana, akhirnya setelah
berperang dengan perasaanku sendiri, aku mencoba untuk mengajaknya berbicara “mbaknya kuliah?” tanyaku, “iya baru semester 1. Kalo masnya?” “aku kuliah juga semester 5, mungkin kalo
mbaknya liat wajah bakalan ngira kalo aku udah kerja” jawabku setengah
bercanda, “hehe ngga kok ga setua itu”
jawabnya sambil tersenyum. Percakapan itu terus berlanjut, kami seperti orang
yang sudah kenal cukup lama, obrolan kami selalu nyambung satu sama lain,
banyak hal yang kami bicarakan malam itu. Saking asiknya kami berbicara satu
sama lain, tak terasa tujuan kami sudah sampai setengah jalan, beberapa orang
ada yang turun di perjalanan sehingga terlihat terdapat kursi kosong, dalam
hatiku berpikir mungkin ini akhirnya dan kami akan berpisah di terminal.
Tiba-tiba ibu yang duduk di sebelah tas kami beranjak dari tempat duduknya dan
berkata kepada kami, “mbak mas, silahkan
saya pindah ke kursi lain, terimakasih atas kesediaannya karena telah merelakan
hak nya untuk saya,” kami pun berhadapan satu sama lain sambil tertawa dan
berkata pada ibu itu “baik ibu sama-sama”.
Akhirnya kami berdua duduk di kursi itu. “eh
aku pamit mau tidur dulu, udah ngantuk banget” katanya sambil menguap, “Silahkan” jawabku. Beberapa menit
kemudian dia sudah tertidur dan sepertinya sangat pulas. “Persiapan surabaya... Persiapan surabaya... ting ting ting”
teriakan kernet bus diiringi ketukan uang koin 1000 perak ke arah besi pegangan
penumpang saat berdiri membangunkanku dari tidurku, firda kemudian juga bangun
tanpa sepatah kata karena masih setengah sadar, kami pun turun dari bus. “Setelah ini mau kemana?” tanya firda
dengan wajahnya yang sedikit mengantuk, “entah
mungkin ruang tunggu, kalau kamu?, “kalau
ada bus yang sesuai jurusanku, sepertinya aku langsung saja” jawabnya. Kami
berdua kemudian menuju ruang tunggu , kali ini suasananya berbeda, tak banyak
pembicaraan yang terjadi diantara kami. “Aku
langsung saja, aku mau nunggu di tempat pemberangkatan, aku takut ketinggalan
bus”, ujar Firda. “kalau begitu aku
ikut, kebetulan tempat pemberangkatan bus yang akan aku tuju juga tidak jauh
dari tempat pemberangkatan mu hanya jarak satu bus saja”, jawabku
berbohong. “boleh” jawab Firda
singkat. Sambil menunggu bus datang, firda mengeluarkan handphone dan
memainkannya, sesekali dia tertawa sambil menggulir layar. Karena penasaran
akupun bertanya “seru banget kayaknya,
liat apaan?” tanyaku iseng, “ngga
ada, Cuma liat reels instagram, nih lucu
banget” jawabnya sambil memperlihatkan hapenya, aku ikut tertawa kecil. “id instagrammu apa? Biar aku kirimkan, kamu liat
sendiri aja” tanya dia, seketika aku terkejut mendengar pertanyaannya,
tanpa ragu langsung aku membacakan id instagramku. Toooot...... suara bus
terdengar sangat nyaring mengagetkan kami berdua,“bus terakhir, tidak parkir, langsung berangkat” ujar kernet bus
dengan suara lantang, mendengar itu, firda langsung terburu-buru, memasukkan
hapenya .“eh aku duluan ya, terimakasih
udah mau nemenin” ujarnya, “iya,
sama-sama, hati-hati, ya” jawabku dengan lirih, sesekali aku membuka hape
untuk memeriksa apakah ada pesan dari firda, tapi berulang kali aku me refresh
halaman direct message instagram hasilnya
sama saja tidak ada yang berubah.
Pertemuan
dengan Firda saat itumenjadi peristiwa yang mungkin akan menjadi peristiwa yang
tidak akan aku lupakan seumur hidupku. Mengingat kini dia telah bersama dengan
orang lain memberikan ketakutan dalam hidup ini untuk mulai mencintai dan
meyukai orang lain, atau lebih tepatnya diri ini masih terjebak oleh rasa di
masa lalu, mungkin hanya urusan waktu. Hari ini rasanya begitu berat, aku tidak
tahu apakah ini akibat dari banyaknya tugas kuliah yang belum aku selesaikan,
atau gara-gara pemandangan di rumah makan yang aku lihat tadi sore. Harusnya
saat ini aku bangkit dan mulai membuka laptop untuk memulai menulis proposal
skripsi yang sudah mulai mendekati deadline, akan tetapi yang aku lakukan
hanyalah berbaring di tempat tidur dengan tidak melakukan apapun. Akhirnya aku
coba untuk beranjak dari tempat tidur dan membuka lemari untuk mengambil buku
pedoman penulisan karya ilmiah yang masih terlihat bagus karena memang jarang
aku sentuh.
Sejak
kejadian dari bus itu, aku mulai mencoba untuk menerima kenyataan bahwa
memang dirinya hanya hadir untuk
sementara. Entah kenapa semua tiba-tiba terjadi begitu saja. Siang itu
handphone ku berbunyi. Ternyata notifikasi itu berasal dari Firda. Meskipun
hanya beberapa patah kalimat yang dia kirimkan waktu itu namun dengan tak
percaya aku ternyata membacanya berkali-kali sambil tersenyum. “hi,, ini dendy ya? Maaf ya waktu itu aku
bilangnya mau ngirim postingan itu, aku bener-bener lupa saking banyaknya tugas
kuliah”. Pesan itu langsung aku jawab : “Iya bener, ini aku. ngga apa-apa kok. Kamu
apa kabar?” jawabku. Entah mimpi apa aku semalam ternyata dia online juga
pada waktu itu dan langsung membalas pesanku hanya beberapa menit setelah aku
mengirimkan pesan. “Alhamdulillah lancar,
kalo kamu gimana?”. Kami terus berbalas pesan hingga bertukar nomer
whatsapp. Sejak saat itu aku dan firda menjadi sangat akrab, kami sering
berbalas pesan dan berkomentar di story instagram maupun di WA. Sesekali kami
keluar bersama untuk sekedar membeli makanan, atau menemani dia mencari bahan
yang akan digunakan untuk praktikum. Aku mulai mengetahui firda lebih dalam, meskipun
penampilannya sederhana namun ternyata dia adalah anak orang kaya, ayahnya
adalah seorang pilot sedangkan ibunya adalah seorang dokter spesialis, hal itu
sangat berbanding terbalik denganku yang hanya berasal dari keluarga sederhana,
perbedaan status sosial ini yang menyebabkan sampai saat ini aku tidak berani
untuk mengutarakan perasaanku kepadanya.
Pernah
suatu saat aku memiliki keberanian untuk mengatakan bahwa aku sangat
mencintainya, tapi hal itu gagal untuk terjadi karena saat ingin menceritakan
itu dia terlebih dahulu bercerita kepadaku bahwa ada seseorang sedang mencoba
mendekatinya, yaitu kakak tingkatnya, dia bercerita bahwa laki-laki itu sangat
baik, dan menjadi primadona setiap wanita di jurusannya. Mendengar ceritanya,
aku sadari duniaku runtuh saat itu. Dia meminta pendapat kepadaku bagaimana
harus menyikapinya karena dia beranggapan bahwa aku adalah orang yang sangat
dekat dengannya dan orang yang sangat dia percaya. Aku mencoba untuk tidak
menunjukkan perasaanku yang sebenarnya, “jika memang dia bisa membuatmu bahagia maka
jalanilah”, itulah tanggapan yang aku berikan atas pertanyaannya. Pria
beruntung itu akhirnya memenangkan hati firda dan menjadi kekasihnya hingga
saat ini. Pria yang aku lihat di rumah makan tertawa bersama firda di sore itu.
Sudah
lama aku tidak menghubungi firda lagi semenjak dia menerima pria itu sebagai
kekasihnya. Aku juga memutuskan untuk tidak lagi melihat story yang terkadang
dia buat. Bagaimanapun juga aku harus
fokus terhadap pengerjaan proposal skripsiku yang dijadwalkan akan di
seminarkan pada semester depan. Untuk menutupi perasaan itu aku mencoba segera
menyelesaikan proposal skripsi. Setiap harinya aku habiskan semua waktuku di
depan laptop, kadang aku juga berangkat ke kampus untuk meminjam buku di
perpustakaan atau mengunjungi dosen pembimbing untuk melakukan konsultasi dan revisi. Sampai pada
akhirnya proposal yang aku susun sejak berbulan-bulan telah selesai dan
disetujui oleh kedua pembimbing untuk di seminarkan. Aku saat ini sepertinya
sudah mulai bisa melupakan tentang Firda.
Seusai
seminar proposal aku putuskan pulang ke rumah untuk beberapa hari dikarenakan
ada acara keluarga, setelah beberapa hari aku putuskan kembali lebih awal ke kampus
untuk menyelesaikan revisi proposal oleh dosen penguji saat seminar kemarin
harinya.
Dalam
perjalanan menuju malang tiba-tiba ada pesan masuk dari firda, aku sama sekali
tidak menyangka, perlahan aku membuka pesannya untuk mengetahui ada apa
sebenarnya. “kamu lagi dimana?” tanya
nya singkat, “lagi di dalam bus
perjalanan ke malang, aku pulang kemarin ada acara keluarga” jawabku, “kamu naik apa dari terminal ke kosanmu?”
dia kembali bertanya “palingan kalau
tidak ada angkot, aku naik ojek online, kenapa emangnya?” “Aku jemput ya” jawabnya. Membaca jawaban
itu aku langsung terkejut, “Tiba-tiba banget, Ada apa nih?”
tanyaku,” ”ngga ada apa-apa, kamu kabari
aja misal udah mau nyampe terminal” “Iya
nanti aku kabari” jawabku singkat.
Setelah
sampai di terminal aku langsung mengeluarkan hape untuk mengabari firda, dan
ternyata di luar dugaan di sudah di terminal bahkan sebelum aku tiba. Aku melihat dia duduk di dekat Minimarket
sambil memainkan hapenya, aku kemudian berjalan menuju ke arahnya. “aku
berangkat duluan, khawatir macet dan bikin kamu nunggu lama” ujar firda
membuka percakapan. “kamu seharusnya ngga
perlu serepot ini kan? “udah nggausah
dipikirkan lagian juga aku yang mau kan, eh kamu buru-buru ngga?” dia
bertanya “ngga juga sih” jawabku. “Mau aku traktir telur gulung ngga?”
ujarnya menawarkan sambil menunjuk ke arah penjual telor gulung di dekat trotoar pinggir jalan. “boleh, kebetulan aku lagi laper, tapi ada apa ? ulang tahun kamu kan
masi lama?” tanyaku penasaran, “yuk”
ujarnya sambil tersenyum tanpa menjawab pertanyaanku.
Kami
pun memandangi indahnya kota saat malam hari sambil menikmati telur gulung yang
masih hangat. Dia kemudian memandangiku tanpa sepatah kata, “kamu ngelihat apa?” tanyaku, dia hanya
menggelengkan kepala sambil tersenyum. Aku hanya terdiam kebingungan. Cukup
lama kami duduk bersama tanpa ada sepatah kata apapun. Tiba-tiba firda mulai
membuka percakapan, “Aku harusnya
mengikuti saranmu dulu” “saran yang
mana?” tanyaku “untuk memilih jalan
yang bisa membuatku bahagia” ujarnya. “aku
masih tidak mengerti” jawabku. “aku
telah mencintai orang yang salah, aku memilihnya hanya karena dia menjadi idola
banyak orang, pada akhirnya dia juga memperlakukanku sama dengan yang lainnya”
“Kampu putus dengan pacarmu?” tanyaku
setengah kaget. “ beberapa bulan yang
lalu, dia ketahuan selingkuh dengan beberapa orang wanita sekaligus, aku tidak
sadar ternyata kebahagiaanku ternyata tertinggal di terminal ini, orang asing
yang membantuku malam itu, orang asing yang selalu ada buat aku bahkan di
saat-saat tersulitku” mendengar perkataannya aku hanya terdiam ingin
menangis tetapi tetap aku tahan. “aku
tidak tahu apakah kamu juga merasakan hal yang sama dengan apa yang aku
rasakan” kata firda menambahkan. “aku
sudah lama berusaha untuk melupakan perasaan ini, tapi aku tidak bisa”
jawabku. “mau ngga kalo kamu berhenti?”
tanya dia, “maksudnya?” tanyaku
kembali. “berhenti untuk mencoba
menghilangkan perasaan itu” jawabnya. Aku menjawab sambil tersenyum “Boleh kalau kamu izinkan”. “tentu saja, dengan sepenuh hati”
jawabnya sambil tersenyum dan memegang tanganku.
M.Amien Rais