Raja Ampat: Surga Laut yang Terancam Tambang
Dilihat : 38

Raja Ampat: Surga Laut yang Terancam Tambang
Raja Ampat, gugusan pulau eksotis di Papua Barat Daya,
dikenal sebagai surga bawah laut dunia dengan 75% spesies karang global. Namun,
di balik keindahannya, wilayah ini tengah menghadapi ancaman serius:
pertambangan nikel.
Pada awal Juni 2025, pemerintah pusat mencabut izin empat
perusahaan tambang karena beroperasi di dalam kawasan lindung dan geopark
UNESCO. Keputusan ini disambut baik oleh masyarakat dan aktivis lingkungan,
setelah bertahun-tahun kampanye menentang eksploitasi alam di Raja Ampat.
Meski begitu, PT Gag Nikel—anak usaha BUMN Antam—masih
diizinkan beroperasi. Perusahaan ini memiliki kontrak karya sejak 1998, jauh
sebelum kawasan ditetapkan sebagai geopark. Hal ini memicu kontroversi baru:
apakah komitmen pemerintah terhadap perlindungan lingkungan hanya berlaku
sebagian?
Berbagai organisasi seperti Greenpeace, WALHI, dan kelompok
masyarakat adat mendesak penghentian total semua aktivitas tambang di Raja
Ampat. Mereka mengungkapkan adanya deforestasi hutan pulau kecil, sedimentasi
yang mengancam terumbu karang, dan kerusakan sosial bagi komunitas pesisir yang
hidup dari laut dan pariwisata.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup telah
berjanji melakukan audit lingkungan menyeluruh dan mempertimbangkan penegakan
hukum terhadap perusahaan yang terbukti melanggar.
Kini, masa depan Raja Ampat bergantung pada tindakan nyata:
bukan hanya pencabutan izin, tapi perlindungan menyeluruh dari segala bentuk
eksploitasi. Sebab, kehilangan Raja Ampat berarti kehilangan salah satu benteng
terakhir biodiversitas laut dunia.