Perairan Australia Selatan di serangan Alga beracun Karenia mikimotoi
Dilihat : 42

Australia Selatan saat ini menghadapi salah satu krisis
lingkungan laut terburuk dalam sejarah modernnya. Sejak awal tahun, perairan di
sekitar Gulf St Vincent dan Spencer Gulf diselimuti oleh serangan alga
beracun Karenia mikimotoi yang telah menewaskan ribuan biota laut, dari
ikan kecil hingga hiu dan penyu. Fenomena ini bukan sekadar masalah regional,
tapi juga menjadi alarm keras tentang dampak perubahan iklim yang semakin
nyata.
Karenia mikimotoi adalah jenis alga mikroskopis yang bisa
meledak jumlahnya dalam kondisi tertentu, menciptakan yang dikenal sebagai algal
bloom. Meskipun kecil, organisme ini sangat mematikan. Ia tidak secara
langsung menghasilkan racun ke dalam air, namun merusak insang ikan, menyerap
oksigen dari air, dan melepaskan senyawa beracun yang memicu kematian massal
biota laut.
Bloom ini telah menutupi wilayah laut seluas lebih dari 4.400
kilometer persegi, setara dengan luas Pulau Kangaroo. Di sepanjang pantai,
relawan dan ilmuwan melaporkan pemandangan memilukan: ratusan bangkai ikan,
gurita, pari, dan bahkan hiu yang terdampar setiap harinya.
“Kami menemukan hampir 100 bangkai pari dalam satu kilometer
garis pantai,” ujar seorang relawan dari komunitas lingkungan di Adelaide.
Kematian massal ini merusak rantai makanan laut, mengganggu
ekosistem, dan mengancam mata pencaharian ribuan nelayan.
Bloom alga ini bukan kejadian acak. Ilmuwan menyebutkan
setidaknya tiga faktor utama:
- Gelombang
panas laut (marine heatwave) akibat perubahan iklim, dengan suhu laut
meningkat lebih dari 2°C dari rata-rata.
- Limpasan
nutrisi dari banjir Sungai Murray sebelumnya, yang memperkaya perairan
dengan zat-zat yang memicu pertumbuhan alga.
- Kondisi
laut tenang, memperpanjang umur bloom karena minimnya arus yang bisa
menyebarkan massa alga.
·
Eutrofikasi:
Peningkatan nutrisi (N dan P) akibat limbah rumah tangga, pertanian (pupuk),
dan industri.
·
Suhu air hangat:
Suhu yang lebih tinggi mendukung pertumbuhan alga.
·
Air tenang atau stagnan:
Kondisi ini mempercepat akumulasi nutrien dan memungkinkan alga berkembang
tanpa gangguan.
·
Cahaya matahari cukup:
Alga memerlukan cahaya untuk fotosintesis, jadi musim panas atau perairan
dangkal sering mengalami ledakan.
Krisis ini juga memukul ekonomi lokal. Banyak nelayan
berhenti melaut karena hasil tangkapan mati sebelum sempat didaratkan. Industri
pariwisata pun merosot tajam karena pantai dipenuhi bangkai hewan laut dan air
berwarna coklat kehijauan. Restoran laut kehilangan pasokan, dan larangan
konsumsi kerang diberlakukan karena kekhawatiran kontaminasi.
Penurunan kadar
oksigen (hipoksia): Saat alga mati dan terurai, mikroorganisme menggunakan
oksigen dalam jumlah besar, menyebabkan kekurangan oksigen bagi ikan dan
makhluk air lainnya.
Kematian massal
biota air: Akibat hipoksia atau racun yang dilepaskan alga tertentu.
Gangguan
kualitas air: Air menjadi keruh, berbau, atau bahkan beracun.
Risiko bagi
kesehatan manusia: Beberapa jenis alga menghasilkan racun (harmful algal
blooms atau
Pemerintah Australia Selatan telah menyatakan ini sebagai bencana
alam resmi, sementara parlemen federal memulai penyelidikan untuk menemukan
solusi jangka panjang. Namun, beberapa pihak menilai respons nasional masih
lamban.
Beberapa universitas dan ilmuwan dari Biodiversity Council
telah mengusulkan rencana tujuh langkah, termasuk dana untuk pemantauan
laut, riset jangka panjang, dan investasi dalam mitigasi perubahan iklim.
Meski kita jauh dari lokasi, ada beberapa langkah konkret
yang bisa kita ambil:
- Dukung
kampanye perlindungan laut dan mitigasi iklim.
- Kurangi
jejak karbon pribadi untuk mengurangi pemanasan global.
- Bagikan
informasi ini agar lebih banyak orang menyadari pentingnya menjaga
ekosistem laut.
4. Mengurangi penggunaan pupuk kimia secara
berlebihan.
5. Mengelola limbah dengan lebih baik agar tidak mencemari
badan air.
6. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya menjaga kualitas air.
7. Rekayasa ekosistem seperti penggunaan tanaman
penjernih air atau aerasi untuk meningkatkan kadar oksigen.
Apa yang terjadi di laut Australia bukanlah hal yang
terisolasi. Fenomena serupa pernah terjadi di Norwegia, Jepang, bahkan perairan
Indonesia. Saat laut kehilangan keseimbangan, manusia pun ikut terdampak.
Laut bukan sekadar ruang biru di peta. Ia adalah jantung kehidupan planet ini. Dan kini, jantung itu sedang terluka. Mari kita jaga dan lestarikan laut kita.
Rekomendasi buku : https://andipublisher.com/produk/detail/biologi-kelautan